Menderes kelapa tentu bukanlah cita-cita dari
kecil, namun pekerjaan ini bukanlah tidak baik atau dilarang. Apalagi
hasil dari apa yang dikerjakanya bermanfaat bagi orang lain. Mungkin di
telinga kita sudah tidak asing lagi dengan yang nama nya "gula jawa",
yang merupakan hasil akhir dari kegiatan menderes kelapa setelah
melewati beberapa proses pengerjaan. Ya, gula jawa sering digunakan
untuk membuat bahan makanan dan bahan masakan . Bahkan, tidak jarang gula jawa menjadi pemanis makanan yang paling banyak diminati.
Setiap pagi, ketika sang fajar mulai memancarkan sinarnya para penderes
ini sudah bergegas untuk menaiki puluhan Pohon Kelapa, dan dilanjutkan
dengan menderes. Mengambil deresan kelapa barulah pekerjaan awal, karena
masih harus diolah menjadi Gula agar bisa dijual dam dinikmati. Hasil
deresan tersebut, biasanya masyarakat menyebut nya dengan istilah
"Lahang", Kemudian disaring agar kotoran yang ada didalam nya tidak
masuk dalam tempat pembuatan gula. Setelah itu ,"Lahang" dimasak kurang
lebih dua jam. Memasak "Lahang" bukan hanya asal memanaskan saja, karena
dibutuhkan ketelitian. Bahkan ada filosofisnya, jika pikiran tidak
tenang Lahang yang dimasak tidak akan jadi gula. Warga setempat biasa
menyebutnya dengan nama "Gula Gemblung" (Gula Gagal) .
Selama
proses memasak Lahang, akan terjadi proses pendidihan selama dua kali.
Pendidihan yang pertama saat busa atau gelembung Lahang dipanaskan pecah
atau meluber. Sedangkan, untuk pendidihan yang kedua saat Lahang
mendidih seperti air yang sedang mendidih dan inilah yang disebut dengan
gula setengah jadi. Jika sudah mendidih untuk yang kedua kalinya, maka
adukan harus dipercepat karena kalau tidak diaduk cepat, busanya akan
meluber atau meluap. Anehnya ketika saya memperhatikan proses tersebut,
Pak Rasiman memberi sedikit parudan kelapa. Katanya, itu trik khusus
agar tidak meluber dan busa akan berangsur menghilang.
Setelah diangkat dari tungku pemanas, proses selanjutnya adalah nitis
atau proses mengubah / menjadikan lahang menjadi Gula. Gula yang sudah
seperti dodol dimasukan dalam cetakan yang terbuat dari bundaran bambu.
Setelah memadat kemudian diangkat/dilepaskan dari cetakan. Setelah itu,
di tata berpasang- pasang didalam peti dan dibalut dengan daun pisang
yang sudah kering agar gula tidak mudah lengket. Barulah kemudian Gula
jawa bisa di jual atau dinikmati sebagai bahan untuk memasak.
Di daerah Pangandaran sendiri, Gula jawa memang sangat diminati. Namun
karena jumlah penderes kelapa yang semakin berkurang jumlahnya, dan
lahan area yang sekarang mulai ditanami jenis tanaman lain. Masyarakat
lebih suka memilih untuk menjual buah kelapanya daripada didereskan.
Semakin jarang ditemui tempat - tempat pembuatan Gula jawa yang
tradisional dan alami. Padahal jika dilihat dari segi prospeknya Gula
jawa bisa menjadi Home industri yang tidak memerlukan biaya yang mahal.
Tidak menggiyurkan memang hasil yang didapat dari penjualan gula
tersebut, kadang hasil penjualan Gula tersebut hanya cukup untuk makan
harian keluarga, sehingga tidak sampai menjangkau kebutuhan lainnya.
Melihat proses pembuatan yang begitu panjang seolah tak dihiraukan lagi
bagi para penderes, yang penting bisa
menghasilkan uang sudah
cukup. ini lah PR (Pekerjaan Rumah) bagi yang akan memimpin
Kab.Pangandaran nanti nya. Siapa pun yang memimpin Pangandaran nanti nya
semoga bisa men-sejahterkan rakyat nya menjadi lebih makmur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar